Monday, 23 March 2015

Teori Perbandingan Sosial (Festinger)

 Teori Perbandingan Sosial (Festinger)

Dalam teorinya Festinger membedakan antara kenyataan fisik dengan kenyataan sosial. Apabila pendapat,sikap, dan keyakinan kita dapat diukur secara fisik, berarti kita berhubungan dengan kenyataan fisik, sehingga kita tidak perlu lagi berkomunikasi. Akan tetapi bila pendapat, sikap atau keyakinan kita tidak didasarkan pada kejadian yang mudah diukur, dan kalau dapat ditemukan bukti-bukti yang mendukung atau mungkin membantah pendapat serta sikap keyakinan tersebut, maka kita berhubungan dengan keadaan sosial, dan ini dapat diukurdengan baik dengan cara berkomunikasi dengan orang lain yang kita anggap penting bagi kita. Jadi komunikasi acap kali timbul karena adanya kebutuhan-kebutuhan individu untuk membandikan pendapat, sikap,keyakinan dan kemampuan mereka sendiri dengan orang lain.
Menurut pendapat Fetinger, dorongan yang kita rasakan untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila kita menyadari bahwa kita tidak setuju dengan suatu kejadian, Apabila kejadian itu makin menjadi penting dan apabila sifat keterikatan kelompok juga meningkat. Sebagai suatu anggota kelompok, kita lebih cenderung mengarahkan komunikasi kita tentang suatu kejadian pada mereka yang kelihatannya paling setuju dengan kita dalam hal kejadian tersebut. Kita juga cenderung untuk mengurangi komunikasi dengan mereka yang kita tidak ingin lagi ikut serta sebagai anggota kelompok. Jika ternyata anggota kelompok yang menjadi sasaran penyampaian pendapat-pendapat kita menunjukkan gejala akan berubah pikiran, maka dorongan yang kita rasakan untuk berkomunikasi dengan individu tersebut akan meningkat. Penjelasan tentang teori perbandingan sosial dari Festinger di atas disadur dari Goldberg dan Larson (1985:52-53).
Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain. Ada 2 hal yang akan dibandingkan:
1.       Pendapat
Contohnya: X berbeda pendapat dengan Y, bisa saja X yang mengubah Y atau sebaliknya.perubahan pendapat lebih mudah terjadi daripada perubahan kemampuan.
2.       Kemampuan
Contohnya: Dalam perbandingan kemampuan terdapat dorongan searah menuju keadaan yang lebih baik atau kemampuan yang lebih tinggi. X mampu mendapat nilai 100, Y mendapat nilai 70, maka Y merasa harus meningkatkan kemampuan agar dapat mendekati X.
Dalam proses perbandingan manusia cenderung memilih orang sebaya atau rekan sendiri untuk menjadi perbandingan. Untuk mendapatkan penilaian yang seimbang,tidak berat sebelah terhadap apa yang dilakukan.
-Berhentinya Perbandingan
Jika perbedaan pendapat atau kemampuan dalam kelompok terlalu besar,ada kecenderungan untuk menghentikan perbandingan tersebut. Penghentian perbedaan karena kemampuan akan menjadi ajang kompetitif yang positif, tapi penghentian perbandingan karena perbedaan pendapat akan diikuti perasaan bermusuhan atau kebencian.

Referensi : 

TEORI KOMUNIKASI; perspektif, ragam, dan aplikasi (H. Syaiful Rohim M,Si). Hal: 89-90.

Teori A-B-X Newcomb

TEORI A-B-X NEWCOMB

Pendekatan Theodoro Newcomb (1953) terhadap komunikasi adalah pendekatan pakar seorang  psikologi sosial berkaitan dengan interaksi manusia. Model ini mengingatkan kepada diagram  jaringan  kelompok  kerja yang dibuat para psikologi sosial dan merupakan awal formulasi konsistensi kognitif. Dalam bentuk paling sederhana dari kegiatan komunikasi, Seorang A menyampaikan informasi kepada orang lain B mengenai sesuatu X. Model tersebut menyatakan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X  adalah saling bergantung dan ketiganya membentuk suatu sistem yang meliputi 4 orientasi.
Pada Model Newcomb ini komunikasi merupakan cara yang biasa dan efektif dimana orang-orang mengorientasikan dirinya terhadap lingkungannya. Model Newcomb ini merupakan perluasan dari karya psikologi (1946) berkenaan dengan kecocokan dan ketidakcocokan yang timbul antara dua orang dalam hubungan dengan orang ke tiga atau suatu objek. Teori ini menyangkut kasus dua orang yang mempunyai sikap senang atau tidak senang terhadap masing-masing dan objek eksternal, Maka akan timbul hubungan seimbang (jika dia saling menyenangi dan juga menyenangi suatu objek)dan juga tidak seimbang (kalau dua orang saling menyenangi, tetapi yang satu menyenangi objek  dan yang lainnya tidak).selanjutnya apabila terjadi keseimbangan setiap peserta akan menghadang perubahan.

Contoh penerapan Teori Model A-B-X Newcomb
Rani dan ira memiliki hubungan pertemanan mereka pun kuliah di tempat yang sama. Pada suatu ketika Rani dan ira bertemu di sebuah mall, yang pada waktu itu rani mencari sebuah handphone dari pertemuan itu mereka sedikit mengobrol sambil makan-makan di KFC untuk melanjutkan obrolan mereka yang sempet terputus tadi akhirnya ira pun bertanya “ngomong-ngomong rani mau beli apa ? tanya ira . Rani pun menjawab iya neh bingung mau beli smartphone yang kayak gimana, oh itu toh kamu beli blackberry aja kayak punya aku tawar ira. Kemudian ira pun mulai menceritakan kegunaan dari smartphone secara detail mulai dari kekurangan dan kelebihan blackberry, Supaya rani lebih tertarik lagi ira pun menceritakan sejak kapan di mulai menggunakan blackberry” aku udah menggunakan blackberry ini udah hampir 1 tahun loh, dan aku rasa blackberry adalah smartphone yang terbaik di dunia katanya lebih meyakinkan lagi.
Merasa penasaran dengan cerita dari rani, ira pun berusaha mencari informasi tentang gadget tersebut, setelah menanyakan bagaimana aplikasi blackberry yang sebenarnya. Akhirnya ira pun tidak yakin kalo blackberry adalah smartphone yang terbaik di dunia . Rani kembali menghubungi  ira via telfon dan mengajak ira untuk bertemu dengannya kembali. Alhasil pada suatu ketika mereka bertemu dikampus , Rani pun mengutarakan pendapatnya mengenai gadget itu, ira mencari informasi tentang Blackberry dan A menyampaikan pada B bahwa Blackberry bukannya smartphone terbaik di dunia, Kebanyakan pengguna Blackberry hanya memanfaatkan aplikasi Blackberry Messengernya saja ,dan menurut rani smartphone terbaik adalah iPhone. Lalu ira  mengatakan tidak hanya aplikasi tersebut yang digunakan, ada pun aplikasi untuk mengirim Email dengan cepat. Sehingga rani dan ira saling mempengaruhi tentang persepsi mereka mengenai Blackberry dan mereka saling meningkatkan keadaan simetris mereka.

A.    KEKURANGAN DAN KELEBIHAN TEORI MODEL A-B-X
KEKURANGAN
a.     Dalam konteks ini , ketegangan mungkin akan muncul , karena dalam model ini dituntut untuk mencari keseimbangan dengan cara mengubah suatu sikap terhadap satu pihak kepada pihak lainnya.
b. Dalam model teori ini masing-masing dari individu sama-sama mempertahankan simetrinya maka kemungkinan besar dalam teori ini akan menimbulkan konflik , saya rasa untuk mencari titik keseimbangan antara berbeda orang itu sangat sulit sedangkan dalam teori ini menitikberatkan pada keseimbangan. Persamaan simetri itu hanya akan terjadi apabila ada kesamaan kesenangan terhadap sesuatu objek dan kalaupun ada itu prosesnya sangat sulit karena setiap orang berbeda cara memahami objek itu sendiri.

KELEBIHAN
a.   Memungkinkan orang-orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka.
b.   Model ini mengisyaratkan bahwa setiap sistem apapun mungkin ditandai oleh suatu keseimbangan kekuatan-kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian mana pun dari sistem tersebut akan menimbulkan suatu ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, Karena ketidakseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan keseimbangan.


Referensi :

Deddy Mulyana, M.A.Ph.D,ilmu komunikasi ,PT. Remaja Rosdakarya,Bandung, Cetakan pertama 2010.

Prof .Drs.Onong Uchjana,M.A,Ilmu, Teory dan Filsafat Komunikasi,PT.Citra Aditya Bakti,Bandung,1993.

Teori Keseimbangan Heider

Teori Keseimbangan Heider

Teori ini dirumuskan oleh Fritz Heider dalam bukunya “the psychology of interpersonal relations”. Teori tersebut diuraikan kembali oleh Goldberg dan Larson (1985:49). Ruang lingkup teori keseimbangan (balance theory) dari Heider ialah mengenai hubungan –hubungan antarpribadi. Teori ini berusaha menerangkan bagaimana individu-individu sebagai bagian dari struktur sosial, misalnya sebagai suatu kelompok cenderunguntuk menjalin hubungan satu sama. Tentunya salah satu cara bagaimana suatu kelompok dapat berhubungan, ialah dengan menjalin komunikasi secara terbuka.
Teori Heider memusatkan perhatiannya pada hubungan intra-pribadi (intra personal) yang berfungsi sebagai daya tarik. Dalam hal ini daya tarik menurut Heider adalah semua keadaan yang kognitif yang berhubungan dengan perasaan suka dan tidak suka terhadap individu-individu dan obyek-obyek lain. Dengan demikian, teori Heider berkepentingan secara  khusus dengan apa yang diartikan sebagai komunikasi intra-pribadi yaitu sangat menaruh perhatian pada keadaan-keadaan intra-pribadi tertentu yang mungkin mempengaruhi pola-pola hubungan dalam suatu kelompok.
Teori keseimbangan dari Heider menggunakan symbol “L” untuk menandakan hubungan “skala” “L” (like) dapat berarti beragam perasaan positif yang dimiliki seorang anggota terhadap orang lain atau terhadap suatu objek tertentu, seperti perasaan suka pada anggota lain, sependapatdengan anggota lain menyetujui suatu tindakan, dan lain sebagainya. Sedangkan symbol “L_” (lawan dari symbol “L”) menyatakan perasaan-perasaan negative seperti rasa benci, tidak suka atau tidak setuju. Symbol “U” berarti hubungan pembentukan unit (unit-forming relationship) dan merupakan persamaan arti dari “berkaitan dengan”, “kepunyaan”, “memiliki”, serta ungkapan-ungkapan lain yang hamper serupa. Kebalikan symbol “U” adalah “U_”.
Tiga symbol lain yang sangat penting dalam sistem Heider, yaitu symbol “P” yang menunjukan orang (persons), “O” yang berarti orang lainatau kelompok laindan “X” yang berarti objek (benda).

Referensi : 

TEORI KOMUNIKASI; perspektif, ragam, dan aplikasi (H. Syaiful Rohim M,Si). Hal: 87-88.

Teori Disonansi Kognitif

Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori komunikasi yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang yang diakibatkan oleh sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut.
Pernahkah kamu merasa terbebani dengan orientasi seksualmu? Kamu bingung mengapa bisa memiliki rasa suka kepada sesama jenis dan berusaha menyangkalnya? Tidakkah saat itu kamu merasa sangat takut jika orang lain tahu sehingga kamu berusaha menyembunyikan dan tidak menginginkannya? Gejala-gejala seperti ini menunjukkan bahwa kamu sedang mengalami dilema. Dalam dunia LGBT, keadaan semacam ini populer dengan istilah denial. Namun, ditinjau dari segi psikologis, kamu mungkin mengalami apa yang disebut sebagai cognitive dissonance atau disonansi kognitif.
Definisi Disonansi Kognitif
Apa sih disonansi kognitif itu? Wibowo (dalam Sarwono, S.W., 2009) mendefinisikannya sebagai keadaan tidak nyaman akibat adanya ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku. Festinger (1957), berpendapat bahwa disonansi terjadi apabila terdapat hubungan yang bertolak belakang, yang diakibatkan oleh penyangkalan dari satu elemen kognitif terhadap elemen lain, antara elemen-elemen kognitif dalam diri individu. Hubungan yang bertolak belakang tersebut, terjadi bila ada penyangkalan antara elemen kognitif yang satu dengan yang lain, misalnya antara sikap positif X terhadap Y (X mencintai suaminya Y) dan sikap X terhadap perilaku Y (berselingkuh).
Seorang lesbian, misalnya, dapat mengalami disonansi ketika menyadari orientasi seksualnya karena dia tahu agama dan norma sosial menganggap orientasinya sebagai penyimpangan. Akibatnya, lesbian tersebut berusaha menyangkal orientasinya untuk tetap berpegang pada norma agama dan norma sosial, atau justru menyangkal norma tersebut untuk dan berusaha merasa nyaman dengan orientasi seksualnya.
Namun, perlu diingat, bahwa istilah disonansi tidak hanya digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan orientasi seksual. Ketika seseorang bingung karena sangat ingin pergi ke luar kota bersama teman tetapi juga tidak ingin melanggar larangan orang tua, dia juga bisa disebut mengalami disonansi kognitif. Larangan yang harus dipatuhi berbenturan dan membentuk penyangkalan pada keinginannya untuk pergi.
Disonansi kognitif tidak hanya bisa timbul dari diri seseorang saja, tetapi juga dapat timbul akibat pengaruh faktor eksternal di luar dirinya. Seorang lesbian yang sudah merasa keluar dari masa denial dan bisa menerima orientasi seksualnya, misalnya, masih dapat mengalami disonansi kognitif akibat sikap atau perkataan orang lain. Dalam sebuah penelitian, seorang lesbian mengaku, ”The tension I experience comes from trying to answer ordained clergy’s questions about ‘ a sin of being openly avowing as a lesbian Christian” (Mahaffy, 1996).
Bila terjadi disonansi, ada sesuatu yang harus dilepas, atau ada ketidaksesuaian antara suatu keyakinan dengan keyakinan-keyakinan atau sikap yang penting. Bersikeras mempertahankan kedua-duanya, akan terasa sangat menyiksa.
Sumber Penyebab
Festinger (1957) menyebutkan dua situasi umum yang menyebabkan munculnya disonansi, yaitu ketika terjadi peristiwa ataua informasi baru dan ketika sebuah opini atau keputusan harus dibuat, dimana kognisi dari tindakan yang dilakukan berbeda dengan opini atau pengetahuan yang mengarahkan ke tindakan lain. Lebih lanjut Festinger menyebutkan empat sumber disonansi dari situasi tersebut, yaitu:
  1. Inkonsistensi logika (Logical inconsistency), yaitu logika berfikir yang mengingkari logika berfikir lain. Misalnya seseorang yang percaya bahwa manusia dapat mencapai bulan dan juga percaya bahwa manusia tidak dapat membuat alat yang dapat bantu keluar dari atmosfer bumi
  2. Nilai budaya (cultural mores), yaitu bahwa kognisi yang dimiliki seseorang di suatu budaya kemungkinan akan berbeda di budaya lainnya. Misalnya seorang Jawa yang mengetahui bahwa makan dengan menggunakan tangan di daerahnya adalah suatu hal yang wajar, disonan dengan kenyataan bahwa hal tersebut tidak wajar pada etika makan di budaya Inggris.
  3. Opini umum (opinion generality), yaitu disonansi mungkin muncul karena sebuah pendapat yang berbeda dengan yang menjadi pendapat umum. Misalnya seorang anggota partai democrat yang dianggap public pasti mendukung kandidat dari partai yang sama, ternyata lebih memilih kandidat dari partai yang merupakan lawan dari partainya.
  4. Pengalaman masa lalu (past experience), yaitu disonansi akan muncul bila sebuah kognisi tidak konsisten dengan pengalaman masa lalunya. Misalnya seseoarang yang mengetahui bahwa bila terkena hujan akan basah mengalami disonan ketika pada suatu hari ia ternyata mendapati dirinya tidak basah saat ia terkena hujan.
Implikasi Teori
Menurut Festinger, teori disonansi kognitif memiliki implikasi penting dalam banyak situasi spesifik (dalam shaw& Constanzo, 1982). Festinger menjabarkan implikasi dalam keputusan (decisions), Forced Compliance, Pencarian informasi (Expore to Information), dan dukungan sosial (social support). Dari situasi tersebut dapat diketahui besarnya kekuatan disinasi.
  1. Keputusan
Festinger (1957) mengatakan bahwa disonansi merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan dari keputusan.Hal tersebut didasari oleh kenyataan bahwa seseorang individual harus berhadapan dengan sebuah situasi konflik sewbelum sebuah keputusan dapat dibuat.Pada umumnya, elemen disonan adalah aspek negative dari alternative yang dipilih dengan aspek positif dari alternative yang ditolak. Disonansi akan semakin kuat jika keputusan semakin penting dan jika ketertarikan dari alternative yang tidak dipilih semakin besar. Contoh, dari munculnya disonansi dari keputusan yang diambil adalah perokok berat yang memutuskan untuk tetap merokok mengalami disonan ketika ia mengalami sakit kanker paru-paru akibat merokok (hal negative dari alternative yang dipilih) dengan hal positif yang akan ia dapat bila tidak merokok, yaitu sehat (alternative yang ditolak).
2. Forced Complience
Forced Complience merupakan saatu permintaan dari luar diri seseorang yang dipaksakan kepada seorang individu. Aplikasi dari teori disonansi pada Forced Complience terbatas pada permintaan public(Complience) tanpa disertaioleh perubahan pendapat pribadi.
Sumber disonansi adalah kesadaran seseorang dari tingkah laku yang diharuskan public yang tidak konsisten dengan pendapat pribadi. Forced Compliance ini mempengaruhi individu (misalnya perokok berat) yang membuat berhasil merubah (berhenti merokok), merubah perilaku atau ucapan yang terlihat merubah opini dan keyakinan mereka dengan tetap memegang keyakinan sebelumnya (merokok sembunyi-sembunyi) atau justru membuat mereka mencari dukungan sosial yang mendukung pendapatnya (bergabung dengan klub penggemar rokok).
3. Pencarian Informasi
Festinger memberikan hipotesis bahwa pencarian informasi aktif berkolerasidengan kekuatan disonansi. Disonansi menyebabkan konsonan dan menghindari informasi yang menyebabkan disonansi.
4.Dukungan Sosial
Dukungan Sosial (Support Social) berperan dalam mengurangi kondisi disonan (Festinger, 1957). Disonansi kognitif akan dihasilkan oleh seseorang yang mengetahui bahwa orang lain memiliki opini yang berlawanan dengan opininya. Dalam hal ini akan dilihat seberapa stigma, yang merupakan keyakinan atau pendapat yang dimiliki oleh masyarakat terhadap mantan napi, konsonan dengan keyakinan atau pendapat mantan napi itu sendiri. LSM Sahabat Andik berupaya memberikan dukungan sosial salah satunya dengan memberikan opini yang positif terhadap mantan napi. Kekuatan disonansi yang dimiliki mantan napi yang bergabung ke dalam LSM Sahabat Andik tergantung dari:
  1. Seberapa besar elemen kognitif sosial terhadap mantan napi konsonan dengan opini yang dimiliki mantan napi tersebut
  2. Jumlah orang yang dikenal oleh suatu individu yang memiliki opini yang sama dengan dirinya
  3. Pentingnya elemen atau opini tersebut
Asumsi-Asumsi Teoritis
Asumsi dari teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah :
  1. Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap, dan perilakunya. Teori ini menekankan sebuah model mengenai sifat dasar dari manusia yang mementigkan adanya stabilitas dan konsistensi.
  2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi biologis. Teori ini merujuk pada fakta-fakta harus tidak konsisten secara psikologis satu dengan lainnya untuk menimbulkan disonansi kognitif.
  3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan suatu tindakan dengan dampak-dampak yang tidak dapat diukur. Teori ini menekankan seseorang yang berada dalam disonansi memberikan keadaan yang tidak nyaman, sehingga ia akan melakukan tindakan untuk keluar dari ketidaknyamanan tersebut.
  4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. Teori ini beranggapan bahwa rangsangan disonansi yang diberikan akan memotivasi seseorang untuk keluar dari inkonsistensi tersebut dan mengembalikannya pada konsistensi.
Menurut Leon Festinger, Perasaan yang tidak seimbang sebagai disonansi kognitif; hal ini merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang”(1957, hal 4).
Konsep ini membentuk inti dari teori disonansi kognitif, teori ini berpendapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyaman itu.
Teori disonansi kognitif beranggapan bahwa dua elemen pengetahuan merupakan hubungan yang disonan (tidak harmonis) apabila dengan mempertimbangkan dua eleman itu sendiri pengamatan satu elemen akan mengikuti elemen lainnya. Teori berpendapat bahwa disonansi, secara psikologis tidak nyaman , maka akan memotifasi seseorang untuk berusaha mengurangi disonansi dan mencapai harmonis atau keselarasan. Orang juga akan secara aktif menolak situasi-situasi dan informasi yang sekiranya akan memunculkan disonansi dalam berkomunikasi.
Dalam teori disonansi kognitif ada tiga elemen yang menjadi sorotan, yaitu :
1. Tidak relevan satu sama lain.
2. Konsisten satu sama lain (harmoni).
3. Tidak konsisten satu sama lain (disonansi).
Roger brown (1965) mengatakan, dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana ”Keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaam ketidaknyaman psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi”. Disonansi adalah sebutan ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Brown menyatakan teori ini memungkinkan dua elemen untuk melihat tiga hubungan yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant), disonansi (dissoanant), atau tidak relevan (irrelevan).
Hubungan konsonan (consonant relationship) ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut pada posisi seimbang satu sama lain. Jika anda yakin, misalnya, jika bahwa kesehatan dan kebugaran adalah tujuan yang penting dan anda berolahraga sebanyak tiga sampai lima kali dalam seminggu, maka keyakinan anda mengenai kesehatan dan perilaku anda sendiri akan memiliki hubungan yang konsonan antara satu sama lain. Atau pada kasus kaum lesbian. Jika perilaku lesbian dan norma agama atau sosial tidak ada pertentangan, berarti lesbian dengan norma agama dan sosial merupakan hubungan yang konsonan.
Hubungan disonansi (dissonant relationship) berarti bahwa elemen-elemennya tidak seimbang satu dengan lainnya.Contoh dari hubungan disonan antarelemen adalah seorang penganut agama yang mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan aborsi.Dalamkasus ini, keyakinan keagamaan orang itu berkonflik dengan keyakinan politiknya mengenai aborsi. Atau kasus kaum lesbian, mengenai perilakunya yang lesbi dengan konflik dengan norma agama atau sosial yang bertentangan, membuat hubungan ini disonan.
Hubungan tidak relevan (irrelevan relationship) ada ketika elemen-elemen tidakmengimplikasikan apa pun mengenai satu sama lain. Pentingnya disonansi kognitif bagi peneliti komunikasi ditunjukkan dalam pernyataan Festinger bahwa ketidaknyaman yang disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan.
Konsep dan Proses Disonansi Kognitif
Ketika teoretikus disonansi berusaha untuk melakukan prediksi seberapa banyak ketidaknyaman atau disonansi yang dialami seseorang, mereka mengakui adanya konsep tingkat disonansi.Tingkat disonansi (magnitude of dissonance) merujuk kepada jumlah kuantitatif disonansi yang dialami oleh seseorang. Tingkat disonansi akan menentukan tindakan yang akan diambil seseorang dan kognisi yang mungkin ia gunakan untuk mengurangi disonansi. Teori CDT membedakan antara situasi yang menghasilkan lebih banyak disonansi dan situasi yang menghasilkan lebih sedikit disonansi.
Tingkat Disonansi
Merujuk kepada jumlah inkonsistensi yang dialami seseorang, ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi tingkat disonansi yang dirasakan seseorang (Zimbardo, ebbsen&Maslach, 1977):
  1. Kepentingan, atau seberapa signifikan suatu masalah, berpengaruh terhadap tingkat disonansi yang dirasakan.
  2. Rasio disonansi atau jumlah kognisi disonan berbanding dengan jumlah kognisi yang konsonan.
  3. Rasionalitas yang digunakan individu untuk menjustifikasi inkonsistensi. Faktor ini merujuk pada alasan yang dikemukan untuk menjelaskan mengapa sebuah inkonsistensi muncul. Makin banyaka alasan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi kesenjangan yang ada, maka semakin sedikit disonansi yang seseorang rasakan.
Disonansi Kognitif dan Persepsi
Teori CDT berkaitan dengan proses pemilihan terpaan (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention), pemilihan interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selective retention), karena teori ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran ini.
a. Terpaan Selektif (Selective Exposure)
Mencari informasi yang konsisten yang belum ada, membantu untuk mengurangi disonansi. CDT memprediksikan bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari informasi yang konsisten dengan sikap dan prilaku mereka.
b. Pemilihan Perhatian (Selective Attention)
Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsisten itu ada.Orang memperhatikan informasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan keyakinannya sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten.
c. Interpretasi Selektif (Selective Interpretation)
Melibatkan penginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan interpretasi selektif, kebanyakan orang menginterpretasikan sikap teman dekatnya sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya terjadi(Bescheid&Walster,1978).
d. Retensi Selektif (Selective Retention)
Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuannya yang lebih besar dibandingkan yang kita akan lakukan terhadap informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap informasi yang tidak konsisten.
Cara Mengatasi Disonansi Kognitif
Ada banyak cara untuk mengatasi disonansi kognitif, namun cara yang paling efektif untuk ditempuh adalah:
a. Mengurangi pentingnya keyakinan disonan kita.
b. Menambahkan keyakinan yang konsonan.
c. Menghapus disonansi dengan cara tertentu.
Aronson dan Festinger (1968; 1957; dalam Sarwono, S.W., 2009) mengemukakan tiga mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi disonansi kognitif, yaitu:
  1. Mengubah sikap atau perilaku menjadi konsisten satu sama lain. Seorang lesbian yang tinggal di lingkungan yang sangat keras menentang homoseksualitas, misalnya, dapat mengaplikasikan mekanisme ini dengan dua cara, yaitu: (1) mengubah orientasi seksualnya atau setidaknya berpura-pura menjadi heteroseksual; atau (2) pindah ke lingkungan lain yang lebih bisa menerima diri dan orientasinya.
  2. Mekanisme yang kedua adalah mencari informasi baru yang mendukung sikap atau perilaku untuk menyeimbangkan elemen kognitif yang bertentangan. Misalnyanya seorang lesbian mencari informasi tentang perilakunya yang menyimpang di lihat dari sudut sosial, mencari pembenaran dengan hal yang serupa. Misalnya, sebut aja disini artikel SepociKopi, membaca artikel ini, mungkin kamu tanpa sadar sedang menjalankan mekanisme tersebut. Atau cari info lain yang juga bisa menemukan beberapa artikel argumentatif yang mengemukakan bahwa homoseksualitas sebenarnya tidak bertentangan dengan agama tertentu. Berusaha mencari artikel sejenis untuk menenangkan diri atau dijadikan dasar argumen ketika berdiskusi dengan orang lain juga merupakan aplikasi dari mekanisme di atas.
  3. Mekanisme yang terakhir adalah trivialization yang berarti mengabaikan atau menganggap ketidaksesuaian antara sikap atau perilaku penyebab disonansi sebagai hal yang biasa. Kamu menjalankan mekanisme ini ketika kamu berusaha tidak peduli, dan tetap berusaha menjalani hari-hari sesuai dengan norma yang ada, meskipun tetap menjalankan kehidupan sebagai lesbian misalnya.
Kritik Terhadap Teori Disonansi
  1. Teori ini dinilai kurang memiliki kegunaan karena teori ini tidak menjelaskan secara menyeluruh kapan dan bagaimanaseseorang akan mencoba untuk mengurangi disonansi.
  2. Kemungkinan pengujian tidak sepenuhnya terdapat dalam teori ini. Kemungkinan pengujian berarti kemampuan untuk membuktikan apakah teori tersebut benar atau salah.

Referensi:
Severin, Werner J., Teori Komunikasi “Sejarah, Metode Dan Terapan Dalam Media Massa”, terj. Sugeng Hariyanto. 2005.Jakarta : Kencana.
Sarwono, Sarlito. Psikologi Sosial. 2009. Jakarta: Salemba Himanika
West, Richard dan Turner, Lynn H. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi.2008. Jakarta: PT. Salemba Humanika.